Sofyan Tan Kritisi Diskriminasi PTS, KIP Kuliah Non-Eksakta yang Turun


LensaMedan – Anggota Komisi X DPR RI, dr Sofyan Tan, menyoroti dan mengkritik beberapa kebijakan Kementerian Pendidikan Tinggi Sain dan Teknologi (Kemendiktisantek) dalam rapat kerja di gedung DPR RI, Rabu (27/8/2025).

Beberapa poin yang menjadi sorotan adalah perlakuan diskriminatif terhadap Perguruan Tinggi Swasta (PTS), KIP Kuliah untuk non eksakta yang turun anggarannya serta kinerja Badan Akreditasi Negara Perguruan Tinggi (BAN PT) dan Inspektorat Jenderal Kemendiktisaintek.
 
Sofyan Tan menjelaskan saat ini PTS memiliki 4,5 juta mahasiswa yang tersebar di 2.290 kampus swasta.

Sedangkan PTN memiliki 5,38juta mahasiswa di 120 kampus negeri. Seperti diketahui, Mendiktisaintek memasang target di angka 38 untuk Angka Partisipasi Kasar (APK).

Sementara itu, lulusan SMA/SMK rata-rata setiap tahun 3,7juta siswa dan yang tidak terserap oleh perguruan tinggi adalah 1,8juta siswa.

Itu artinya peran PTS masih sangat besar dan dibutuhkan dalam menyerap lulusan SMA/SMK  dalam rangka menaikkan APK Perguruan Tinggi seperti yang ditargetkan Mendiktisaintek.
 
Namun kenyataannya masih terdapat diskriminasi dan perbedaan perlakuan antara PTN dengan PTS.

Saat ini PTN memiliki Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) sebesar Rp5,8 triliun untuk 120 PTN.

Jika dirata-ratakan dengan jumlah mahasiswa berarti Rp1,2 juta per orang.

Lalu ditambah lagi dana revitalisasi PTN Rp553 miliar dan sarana prasarana Rp2,3 triliun.

Sedangkan PTS hanya mendapatkan Rp300 miliar.
 
“UUD 1945, konstitusi kita menjamin tidak ada perbedaan antara kampus negeri dan swasta. Karena itu jika ada BOPTN, seharusnya ada juga BOPTS. Sama seperti dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) di Kemendikdasmen baik sekolah negeri dan swasta tetap dapat. Jika ini diberikan, baru bisa dikatakan ada keadilan,” kata Sofyan Tan.
 
Selanjutnya, terkait KIP Kuliah untuk non-eksakta dengan akreditasi program studi baik sekali turun dari sebelumnya Rp4 juta kini hanya tinggal Rp3,2 juta.

Jika memang ada ada kebutuhan anggaran yang lebih besar untuk non-eksakta, maka sebaiknya ditambahkan untuk non-eksakta, bukan justru mengurangi yang sudah ada.

Jika itu dibiarkan maka telah terjadi diskriminasi antara program studi eksakta dan non-eksakta.

“Ini bisa menimbulkan kecemburuan dan kemarahan. Perlu dipertimbangkan lagi untuk dikembalikan mumpung masih sosialisasi dan belum ada eksekusi,” ungkapnya.
 
Sofyan Tan juga mengkritik kinerja BAN PT yang dianggap belum sepenuhnya professional.

Masih ada yang harus dijemput, dan minta difasilitasi. Jika tidak dilakukan, maka jangan harap nilainya bisa baik sekali apalagi unggul.

Jika persoalannya adalah di anggaran dimana BAN PT hanya mendapatkan Rp48,230 miliar yang harus mengakreditasi 1.730 program studi, dengan hitungan rata-rata setiap kunjungan Rp27 juta, maka perlu juga ada keseimbangan seperti Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) yang fasilitasi anggarannya lebih besar.
 
Terakhir, Sofyan Tan mengoreksi kinerja inspektorat yang turun ke kampus-kampus swasta mempertanyakan pembukuan PTS.

Padahal PTS tidak pernah mendapatkan anggaran dari negara. Serta mempertanyakan alasan-alasan terkait kuota KIP Kuliah yang bukan bagian dari tugasnya.

“(Kampus) Swasta tidak pernah ambil uang negara tapi kepingin melihat pembukuannya. Aneh kan?
Ini cari-cari masalah. Untungnya gercep langsung setop,” ungkapnya.
 
Menanggapi hal tersebut, Mendiktisaintek, Prof Brian Yuliarto PhD, menegaskan pihaknya tidak pernah membeda-bedakan antara PTN dengan PTS.

Usulan terkait BOPTS menurutnya akan mereka bahas dan komunikasikan dengan Kementerian Keuangan dan Bappenas.

Dia pun berharap bisa direalisasikan sama seperti dana BOS di tingkat sekolah.
 
Mendiktisaintek juga berterimakasih pihaknya sudah diingatkan bahwa ada anggaran yang turun di KIP Kuliah khusus non-eksakta. Hal itu akan dievaluasi.

“Memang kami berharap tidak ada penurunanan ya dari yang kemarin. Meskipun memang rata-ratanya tetap sama (anggarannya),” ujarnya.
 
Terkait kinerja BAN PT dan inspektorat, masukan dan sarannya akan menjadi bahan evaluasi.

Diakuinya memang ada pola pikir yang keliru atau kurang pas ketika tim akreditasi turun ke kampus-kampus seolah-olah bertindak sebagai hakim, penentu keputusan yang kesannya menakutkan.

Sosialisasi sudah dilakukan terkait pola pikir yang keliru tersebut namun sepertinya masih harus lebih intensif lagi.
 
“Saya pernah jadi Ketua Prodi. Saya merasakan betul ketika saya diakreditasi lembaga akreditasi dari Amerika,dengan akreditasi dari orang Indonesia, orang kita sendiri. Kalau orang kita sendiri memang menakutkan kesannya mengerikan. Tapi kalau yang dari Amerika ternyata mereka maindset-nya justru membantu teman-teman di kampus,” katanya. (*)

(Jakarta)

Belum ada Komentar untuk "Sofyan Tan Kritisi Diskriminasi PTS, KIP Kuliah Non-Eksakta yang Turun"

Posting Komentar

Gelar GPM di Dua Titik, Bulog Sumut Sediakan 10 Ton Beras SPHP

LensaMedan - Perum Bulog Kantor Wilayah Sumatra Utara (Sumut) kembali menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM) bekerjasama dengan  Pemerintah Pr...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel