Laboratorium USU Bisa Periksa 96 Sampel Per Hari, Begini Mekanisme Pemeriksaannya
Lensamedan-Sebagai Laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19 pertama di Sumatera Utara (Sumut), Laboratorium Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara (RS USU) Medan berperan penting dalam upaya percepatan penanganan pandemi Covid-19 di daerah ini. Hingga saat ini sudah 541 orang yang diperiksa.
Hal
itu diungkapkan Ketua Tim Lab Pemeriksa Covid-19 RS USU Dewi Indah Sari
Siregar dalam sesi wawancara di Media
Center GTPP Covid-19 Sumut, Kantor Gubernur Jalan Pangeran Diponegoro
Nomor 30 Medan, Kamis (7/5/2020).
Dewi
menuturkan bahwa sejak awal hingga kini, Lab RS USU sudah memeriksa 541
sampel atau specimen yang tersebar di seluruh daerah di Sumut. Dalam
keadaan normal, pihak RS bisa melakukan pemeriksaan hingga 96 sampel per
hari.
“Dengan catatan hingga kini, jumlah pasien yang dinyatakan
positif dari sini sebanyak 50-an orang,” katanya.
Dijelaskannya,
untuk melakukan pemeriksaan PCR terdiri dari dua langkah. Pertama
pemeriksaan pre PCR, yakni ekstraksi. Kemudian menggunakan PCR yang kini
alatnya sudah dimiliki RS USU.
“RS
USU juga punya alat ekstraksi yang sifatnya otomatis. Jadi itu sangat
membantu kami dalam pemeriksaan. Jadi untuk bahan-bahannya sebagian
dibeli oleh RS USU, sebagian dengan bantuan dari Menristek Dikti, juga
dari Litbang Kemenkes RI dan BNPB,” ujarnya.
Adapun
fase pemeriksaan lanjutnya, pertama adalah pengambilan sampel dengan
swab yang kemudian dimasukkan ke virus transport media (VTM),
selanjutnya ekstraksi virus dan terakhir PCR.
Untuk
metode pemeriksaan sendiri, Dewi menjelaskan bahwa semuanya hampir sama
dengan yang digunakan di seluruh Indonesia. Sebab setiap langkahnya
tetap harus berkoordinasi dengan Puslitbangkes Kemenkes, baik dari segi
hasil, kualitas pengendalian dan pemantapan kualitas ekseternal.
Terkait
pemeriksaan specimen atau sampel yang diambil dari penderita Covid-19,
kata Dewi, dalam prosesnya RS USU menggunakan cairan yang diambil dari
dua tempat.
“Pertama nasofaring dan kedua orofaring. (nasofaring cairan
tenggorokan bagian atas dan orofaring cairan tenggorokan bagian tengah).
Kedua cairan ini akan dimasukkan ke dalam VTM. Bila tidak ada kita
gunakan Universal TM, kemudian nanti dikirimkan ke lab pemeriksa.
Pengiriman bekerja sama dengan Dinkes daerah dan provinsi,” jelasnya.
Sedangkan
soal pemeriksaan yang bisa dinyatakan negatif dan berubah menjadi
positif untuk kedua kalinya, Dewi menerangkan bahwa ada beberapa hal
yang bisa menyebabkan perbedaan antara swab 1, swab 2 dan swab 3.
“Pertama
adalah pre analytic, yakni teknik pengambilan sampelnya. Bagaimana
penyimpanan VTM dan bagaimana cara pengiriman VTM sangat mempengaruhi
hasil yang diperoleh. Kemudian, kapan dilakukan swab. Apakah terlalu
awal, atau mungkin terlambat. Bisa saja pasien rapidnya positif,
kemudian beberapa hari baru diperiksa hasilnya bisa negatif. Salah satu
yang menyebabkan hasil berbeda, ya itu tadi,” terangnya.
Pemeriksaan
PCR sendiri, kata Dewi, juga digunakan gen. Hal ini menurut standar ada
beberapa jenis yang direkomendasikan WHO seperti RDRP (RNA-dependent
RNA Polymerase) dan lainnya. Namun bukan hanya untuk melihat Covid-19,
tetapi bisa juga untuk Sars atau Mers, dimana pada masa pandemi sekarang
ini, pihaknya diminta meningkatkan sensitifitas.
“RS
USU juga membuka (diri) bagi pasien atau warga yang mencurigai dirinya
terkena Covid-19 ini untuk datang ke sini. Nanti ada tim khusus yang
bertugas untuk men-screening, akan ada wawancara di awal, apakah ada
keluhan, riwayat kontak. Kemudian dari situ dapat pemilahan apakah
pasien masuk dalam kriteria ODP, PDP, OTG atau bahkan kontak erat,”
jelas Dewi.
Sementara
untuk langkah awal katanya, bisa dilakukan rapid test. Walaupun
negatif, tetapi jika memenuhi kriteria yang keempat, maka pasien tetap
bisa dilakukan pemeriksaan swab.
“Kalau dia curiga, boleh datang ke
puskesmas. Nanti puskesmas yang screening. Kalau mau datang langsung,
kita buka dari jam 10.00 – 12.00 Wib untuk screening dan swab,” katanya.
Untuk
biaya sendiri katanya, mencapai Rp1 Juta hingga Rp2 Juta per satu
specimen, tergantung produsen yang menghasilkan reagent (reagensia :
larutan zat dalam komposisi dan konsentrasi tertentu yang digunakan
untuk mengenali zat lain yang belum diketahui sehingga diketahui isi zat
lain tersebut).
“Sampai
sekarang RS USU tidak menarik biaya untuk masyarakat. Keseluruhan biaya
ditanggung USU, Mendikbud dan bantuan pusat serta Pemprov Sumut,”
tambahnya.
Sedangkan
laporan hasil pemeriksaan specimen, kata Dewi, wajib dilaporkan
terlebih dahulu kepada Litbangkes Kemenkes melalui sistem daring.
Kemudian ke dinas kesehatan dan dapat juga dikirimkan ke RS yang
merujuk.
Dewi
juga menceritakan bagaimana pihaknya harus bolak balik, naik turun
untuk memastikan proses pemeriksaan berjalan. Sebab, persediaan reagensi
yang ada sangat terbatas. Namun ini juga dialami negara lain, bukan
hanya di Sumut.
“Mulai
dari VTM, kit ekstraski dan kit PCR. Jadi reagen (reagensia) ini yang
memang susah mendapatkannya. Punya uang pun belum tentu bisa dapat.
Kemudian jika ada reagen jenis baru kita harus ulang uji coba lagi.
Kalau sesuai dan dianggap baik, baru kita tangani pasien,” sebutnya.
Karenanya
Lab RS USU terus berkoordinasi hingga sudah beraudiensi ke Gubernur
Sumut. Bahwa katanya, semua sudah bekerja maksimal, namun memang
barangnya susah dicari.
Sementara
untuk menemukan vaksin, Dewi mengakui untuk langkah itu memerlukan
fasilitas yang lebih, sehingga belum bisa dilakukan penelitian itu.
Namun yang dapat dijalankan adalah dengan plasma dari pasien positif
Covid-19 yang sembuh.
(Medan)
Belum ada Komentar untuk "Laboratorium USU Bisa Periksa 96 Sampel Per Hari, Begini Mekanisme Pemeriksaannya"
Posting Komentar