Sofyan Tan Suarakan Akses Kuliah Kedokteran bagi Anak Tak Mampu
Anggota Komisi X DPR RI, Sofyan Tan, saat memberikan kuliah umum di Universitas Methodist Indonesia (UMI), Selasa (16/12/2025).lensamedan-istLensaMedan – Anggota Komisi X DPR RI, Sofyan Tan, kembali menginjakkan kaki di almamaternya, Universitas Methodist Indonesia (UMI), dalam sebuah kuliah umum yang sarat refleksi kemanusiaan dan perjuangan hidup.
Alumni UMI angkatan 1978 itu hadir bukan sekadar berbagi pengalaman, tetapi juga menyuarakan harapan besar yakni membuka akses pendidikan kedokteran bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu.
Kuliah umum yang digelar di Aula UMI, Tanjungsari, Medan Selayang, Selasa (16/12/2025), dihadiri Rektor UMI, Dr. Humuntal Rumapea, M.Kom; Dekan Fakultas Kedokteran UMI, dr. Alexander Marpaung, SH, MKT, AIFO-K, CPM; serta civitas akademika dosen dan mahasiswa.
Dalam pemaparannya, Sofyan Tan secara terbuka menyampaikan aspirasinya agar UMI memberikan ruang bagi mahasiswa kurang mampu untuk menempuh pendidikan kedokteran melalui beasiswa jalur aspirasi yang selama ini diperjuangkannya.
“Izinkanlah anak-anak tidak mampu bisa kuliah kedokteran di UMI. Jangan biarkan kemiskinan memutus cita-cita,” ujar Sofyan Tan, disambut tepuk tangan hadirin.
Politikus PDI Perjuangan ini kemudian membawa peserta kuliah umum menyelami kisah personal yang membentuk jalan hidupnya sebagai dokter. Sofyan Tan mengaku sejak muda bercita-cita menjadi dokter spesialis anak, karena merasa terpanggil melihat penderitaan anak-anak yang sakit.
Salah satu pengalaman paling membekas terjadi saat ia menjalani koas di sebuah rumah sakit di Pematang Siantar. Suatu malam, di tengah hujan deras, seorang pasien anak masuk dalam kondisi kritis. Infus tak bisa dipasang, pembuluh darah anak itu kolaps.
Keluarga pasien—seorang ayah Batak yang hanya memiliki satu anak laki-laki—larut dalam kepanikan, marah, menangis, bahkan memukul dinding.
“Saya jaga malam, pakai baju dokter, periksa anak itu. Dalam hati saya bilang, ini bisa lewat,” kenangnya.
Ia kemudian menghubungi dokter pembimbingnya, yang dengan tenang menyarankan pemberian kortikosteroid—obat yang kala itu disebut sebagai “obat dewa”. Awalnya dia hanya memberikan resep ke orangtua pasien untuk menebus obat ke apotek. Namun resep tersebut tidak bisa ditebus keluarga.
Hingga akhirnya Sofyan Tan sendiri yang membeli obat ke apotek meski harus melewati hujan yang sangat lebat, demi keselamatan nyawa seorang anak, pewaris marga.
Setelah obat dapat, lalu disuntikkan, kondisi anak pun membaik dan infus akhirnya bisa terpasang. Anak tersebut melewati titik kritis dan akhirnya selamat.
Keesokan harinya, Sofyan Tan dikerumuni satu bangsal rumah sakit mendapatkan ucapan terima kasih dari keluarga pasien yang berdatangan. Ia pun mengenang saat itu diberi ayam kalasan oleh keluarga pasien sebagai ucapan syukur dan terimakasih.
“Itu momen yang tidak pernah saya lupakan. Di situlah saya belajar, menjadi dokter itu tentang hati,” ucapnya.
Namun, jalan hidupnya tak selalu mulus. Ia mengungkapkan bahwa semua cita-citanya nyaris runtuh hanya karena akibat kondisi ekonomi keluarga yang miskin. Dari pengalaman itulah ia menegaskan pentingnya membuka akses pendidikan yang adil.
Dalam kuliah umumnya, Sofyan Tan juga menekankan nilai-nilai dasar yang harus dimiliki seorang dokter dan pemimpin yakni dedikasi, inisiatif, kejujuran, tanggung jawab, fokus, dan konsistensi, tanpa memandang suku maupun agama.
“Dokter itu dididik tinggi untuk menolong siapa saja. Tidak ada waktu tanya agama atau suku pasien. Yang ada hanya satu, selamatkan nyawa,” tegasnya.
Ia mengingatkan mahasiswa kedokteran agar tidak berhitung soal balik modal. Menurutnya, fokus dan konsistensi akan membentuk spesialisasi dan keunggulan profesional.
“Dokter itu dilatih bertindak cepat dan memberi solusi, bukan banyak wacana. Itulah nilai lebih dari politisi yang punya latar belakang dokter,” katanya, menyinggung peran dokter dalam dunia politik dan kebijakan publik.
Ia menutup dengan pesan reflektif yang menggugah bahwa setiap orang boleh miskin harta, tapi jangan miskin otak. Setiap orang boleh kaya harta, tapi jangan miskin hati. “Jadilah dokter yang punya hati, bukan dokter pengusaha, karena itu akan mengkhianati sumpah hippokrates (sumpah kedokteran),” ujarnya.
Rektor UMI Dr. Humuntal Rumapea, M.Kom menyambut baik aspirasi tersebut dan menyatakan Fakultas Kedokteran UMI akan membuka kuota beasiswa sesuai harapan dr. Sofyan Tan.
Sementara itu, Dekan FK UMI, dr. Alexander Marpaung, menegaskan bahwa kuliah umum ini merupakan ajang berbagi kiat sukses Sofyan Tan sebagai dokter, pendidik, sekaligus anggota DPR RI. Sebuah perjalanan panjang dari seorang mahasiswa UMI hingga menjadi figur nasional yang tetap setia pada nilai kemanusiaan.
“Mahasiswa tidak hanya diajar unggul secara akademik, tetapi juga memiliki kompetensi dan karakter di luar akademik,” ujarnya. (*)
(Medan)
Belum ada Komentar untuk "Sofyan Tan Suarakan Akses Kuliah Kedokteran bagi Anak Tak Mampu"
Posting Komentar