Sofyan Tan Ajak Jurnalis Jadi Benteng Terakhir Pelestarian Budaya

LensaMedan – Anggota Komisi X DPR RI, Sofyan Tan, menegaskan bahwa peran jurnalis sangat penting sebagai “benteng terakhir” untuk menjaga dan menghidupkan kembali warisan budaya Indonesia di tengah gempuran arus informasi instan dan budaya asing.

Menurutnya, media massa, khususnya redaksi, harus memberi ruang yang memadai untuk pemberitaan kebudayaan yang mendalam, bukan hanya liputan seremonial.

“Kalau kita cinta Indonesia, berarti harus ada berita tentang budaya Indonesia. Redaksi harus menyediakan ruang. Jangan hanya liputan acara, tapi kupas makna, filosofi, dan nilai di baliknya. Budaya itu harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata Sofyan Tan saat menjadi pembicara utama dalam kegiatan Semarak Budaya bertema Budaya di Meja Redaksi: Meneguhkan Ruang Seni dan Tradisi dalam Pemberitaan di Serayu Coffe Space Medan, Sabtu (9/8/2025).

Acara ini merupakan bagian dari Bimbingan Teknis (Bimtek) Kebudayaan yang diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan bekerja sama dengan Sofyan Tan, yang juga politisi PDI Perjuangan, serta berkolaborasi dengan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumut.

Kegiatan tersebut dihadiri oleh mahasiswa, jurnalis, dan pegiat budaya.

Turut hadir narasumber Muhammad Ramadhan Batubara atau Muram Batu, mantan Pemred Rakyat Aceh dan Posmetro Medan, yang kini aktif menulis buku dan novel.

Dalam paparannya, Sofyan Tan mengkritik budaya informasi instan yang berkembang di era media sosial, di mana masyarakat cenderung hanya membaca judul berita tanpa memperhatikan isi dan kedalaman informasi.

Menurutnya, situasi ini memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap budaya.

“Hari ini, kalau kita lihat, berita-berita buruk cepat sekali jadi headline, sementara berita baik sering tenggelam. Budaya instan ini kita sendiri yang memproduksinya,” ujarnya.

Ia menambahkan, warisan budaya seharusnya tidak sekadar dijadikan pajangan atau hiburan, tetapi dipahami maknanya.

Sofyan mencontohkan tarian tradisional Melayu Selampang 12, yang mengandung filosofi kesabaran dan tata krama dalam membina hubungan.

Menurutnya, nilai-nilai tersebut relevan dengan kehidupan modern, termasuk dalam membangun ketahanan keluarga.

Selain itu, Sofyan menyoroti fenomena di mana sebagian masyarakat lebih bangga mengadopsi budaya luar ketimbang melestarikan budaya sendiri.

Ia mengingatkan, 70 persen wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia justru tertarik pada kebudayaan, bukan gedung pencakar langit atau kemajuan infrastruktur.

“Kekayaan budaya kita adalah daya tarik utama. Kalau kita sendiri tidak menulis, mempromosikan, dan menjaga, lama-lama bisa hilang,” katanya.

Politisi yang mewakili daerah pemilihan Sumut 1 ini juga membandingkan kondisi Indonesia dengan negara maju seperti Finlandia dan Swiss, yang kini mulai kembali ke budaya tradisional seperti memasak di rumah dan membangun interaksi keluarga di meja makan.

“Kemajuan zaman memang tak bisa dihindari, tetapi jangan sampai mendegradasi hubungan sosial, rasa kemanusiaan, dan warisan budaya kita,” tegasnya.

Sofyan menutup pemaparannya dengan ajakan kepada para jurnalis agar tidak hanya mengikuti tren cepat media daring, tetapi juga berani menyajikan liputan budaya secara mendalam.

“Konten budaya tidak boleh cuma dianggap kuno. Justru dari tradisi kita bisa membangun karakter bangsa yang tangguh. Kalau jurnalis konsisten mengangkat budaya, kita bisa menjaga identitas bangsa di tengah arus globalisasi,” pungkasnya. (*)


(Medan)
 

Belum ada Komentar untuk "Sofyan Tan Ajak Jurnalis Jadi Benteng Terakhir Pelestarian Budaya "

Posting Komentar

Sofyan Tan Ajak Jurnalis Jadi Benteng Terakhir Pelestarian Budaya

LensaMedan – Anggota Komisi X DPR RI, Sofyan Tan, menegaskan bahwa peran jurnalis sangat penting sebagai “benteng terakhir” untuk menjaga da...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel