Kenaikan Cukai Rokok Bakal Berimbas PHK Pekerja
Lensamedan - Nota Keuangan yang dibacakan oleh Presiden Jokowi pada 16 Agustus lalu turut menyasar pada kenaikan target penerimaan negara dari cukai sebesar 11,9% menjadi Rp 203,9. Kenaikan cukai ini mayoritas akan kembali dibebankan kepada Industri Hasil Tembakau (IHT) yang selama ini merupakan kontributor utama pendapatan cukai.
Menanggapi rencana tersebut, Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan mengungkapkan keberatannya sebagaimana disampaikan dalam surat resmi yang ia tujukan kepada Presiden RI. Henry menuturkan bahwa saat ini kondisi industri hasil tembakau (IHT) sangat terpuruk akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.
Ia menyebutkan, saat ini
realisasi penjualan rokok legal menurun drastis, dimana produksi Sigaret Kretek
Mesin (SKM) legal tahun 2020 turun sekitar 17,4%. Di kuartal kedua tahun 2021,
tren penurunan produksi SKM masih terjadi di kisaran negatif 7,5% dibandingkan
tahun 2020.
Diprediksi hingga akhir tahun
ini, penurunan produksi IHT bisa lebih dari 15%. Hal ini akan sangat memukul
tidak hanya produsen, tapi juga petani hingga potensi penerimaan negara yang
tidak ada tercapai dari pos CHT.
Karenanya, Henry kembali meminta
Pemerintah untuk mengambil keputusan yang bijaksana dengan tidak menaikannya
tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun depan, terlebih saat kondisi pandemi
Covid-19 dan dampak yang ditimbulkannya terhadap keberlangsungan usaha dan
penghidupan masyarakat luas belum dapat ditanggulangi.
Pada saat yang bersamaan,
dorongan untuk menaikkan tarif CHT menjadi sinyal bagi oknum rokok ilegal untuk
meraup untung. Dalam kajian yang dilakukan GAPPRI, peredaran rokok ilegal sudah
sangat bertumbuh subur hingga 15% dari total produksi legal.
Awal Agustus lalu misalnya,
petugas Bea Cukai Semarang menggagalkan peredaran 384 ribu rokok ilegal. Data
Bea Cukai Pusat sepanjang tahun 2020 menyatakan pemerintah telah menindak 8.155
kasus rokok ilegal dengan jumlah sekitar 384 juta batang. Jumlah tersebut 41,23
persen lebih banyak dibandingkan tahun 2019.
“GAPPRI terus berkomitmen
mempertahankan tenaga kerja, memberikan nafkah pekerja sepanjang rantai nilai
IHT mulai dari petani, pemasok/logistik, pabrik sampai pedagang eceran, menjaga
nadi penerimaan negara pajak dan cukai sekitar Rp200 triliun yang merupakan
sumbangsih nyata kami dalam menangani pandemi Covid-19,” ujar Henry dalam
keterangan tertulis, Kamis (19/8/2021).
Para pelaku IHT berharap
Pemerintah dapat memberi perlindungan yang adil, layaknya perhatian ke sektor
industri lain selama situasi sulit ini. Sebagai perbandingan, upaya pemerintah
melindungi IHT di tengah pandemi sudah dilakukan oleh negara lain.
Pemerintah India, Korea Selatan,
Malaysia, Kamboja, Thailand, Bangladesh tercatat tidak menaikan tarif cukainya.
Hal tersebut juga diikuti oleh Singapura yang memiliki aturan ketat terhadap
IHT dan fokus pada aspek kesehatan.
Sedangkan pemerintah Filipina hanya
menaikan 5% sesuai kebijakan jangka panjangnya tahun 2020-2024 yang tertuang
dalam peta jalan IHT nasional lengkap dengan berbagai skenario terburuk seperti
pandemi Covid-19.
Ketua Umum Federasi Serikat
Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(FSP-RTMM-SPSI) Sudarto sependapat meminta pemerintah untuk menjaga
kelangsungan industri yang masih bertahan, tidak terkecuali Industri Hasil
Tembakau (IHT).
Menurutnya, saat ini seluruh
sendi perekonomian terimbas, tidak terkecuali bagi pelaku penggerak sektor IHT,
seperti para petani dan buruh pabrik.
“Tantangan yang mendera IHT sudah sangat
banyak, mulai dari isu musiman yaitu kenaikan tarif cukai hingga wacana revisi
PP 109 Tahun 2012,” katanya.
Sudarto mengatakan kedua hal
tersebut cukup memicu kegaduhan pada sektor IHT. Imbas dari pelbagai isu
tersebut tentu adalah kecemasan pelaku industri yang harus memutar otak untuk
menjaga kelangsungan usaha termasuk mempertahankan tenaga kerja.
Di sisi lain, IHT yang masih
diharapkan jadi sumber pendapatan negara ini juga harus bergulat dengan efek
ekonomi yang ditimbulkan pandemi. Menurut Sudarto, akan sulit bagi IHT untuk
bisa bertumbuh atau hanya sebatas bertahan hidup di tengah pandemi yang sudah
berimbas pada realisasi angka pengangguran sebanyak 9,7 juta orang.
Ia pun berharap tarif cukai
sebaiknya tidak dinaikkan. Kalaupun dinaikkan, tarif kenaikan yang didapatkan
merupakan hasil musyawarah dari pemerintah dan seluruh pelaku sektor IHT.
Sebab, begitu tarif cukai dirasa
tinggi oleh produsen IHT, keputusan paling cepat biasanya diarahkan pada
efisiensi tenaga kerja. Bisa jadi upah yang dipangkas, jam kerja dikurangi,
sampai PHK.
Peneliti Pusat Pengkajian
Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya,
Imaninar mengatakan cukai merupakan penyumbang terbesar ketiga terhadap
penerimaan pajak negara.
Kontribusi terbesar penerimaan
cukai berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) dengan rata-rata kontribusi
sebesar 11% terhadap total penerimaan nasional. Bahkan, pada tahun 2020
meskipun laju pertumbuhan industri pengolahan tembakau mengalami keterpurukan,
namun kontribusi CHT terhadap total penerimaan nasional mencapai 13%.
“Kenaikan kontribusi cukai
tersebut tak lain akibat menurunnya penerimaan negara yang berasal dari pajak.
Hal ini menunjukkan bahwa cukai – yang didominasi oleh CHT – menjadi penyelamat
ekonomi nasional di masa pandemi,” ujar Imaninar.
Imaninar turut menyikapi rencana
simplifikasi pada struktur CHT yang juga didorong sebagai langkah
mengoptimalkan penerimaan negara dari CHT.
Ia mengatakan, baiknya
simplifikasi CHT tidak terburu-buru dilakukan. Imaninar menjelaskan, saat ini
produk industri hasil tembakau (IHT) telah cukup berat dibebani oleh berbagai
pajak yang harus ditanggungnya. Pemerintah hendaknya tidak menekan IHT dengan
terus menaikkan tarif cukai.
Ia juga sepakat bahwa konsekuensi dari
kenaikan cukai yang eksesif setiap tahun tidak hanya berdampak negatif pada
keberlangsungan IHT, tetapi juga memicu maraknya peredaran rokok ilegal. Hal
itu justru menjadi bumerang bagi penerimaan pemerintah.
Imaninar berpendapat, agar IHT
tidak terus menerus menjadi andalan pendapatan negara dari cukai pemerintah
perlu mempertimbangkan aspek lain, misalnya meningkatkan tax base atau barang
barang lain yang kena cukai. (*)
(Jakarta)
Belum ada Komentar untuk "Kenaikan Cukai Rokok Bakal Berimbas PHK Pekerja "
Posting Komentar