Angka Menyusui Masih Rendah, AIMI Dorong Pemerintah Tingkatkan Perlindungan Terhadap Ibu Menyusui
LensaMedan – Memperingati 18 tahun dedikasinya dalam mendukung hak ibu menyusui di Indonesia, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) menggelar seminar yang mengangkat tema “Sebuah Refleksi 18 Tahun AIMI Terkait Kebijakan Perlindungan Menyusui di Indonesia”.Seminar yang digelar secara daring ini menampilkan tiga narasumber yang memiliki rekam jejak panjang dalam mendorong perlindungan ibu menyusui di Indonesia, di antaranya: Irma Hidayana, Ph.D., Mia Sutanto dan Lianita Prawindarti.
Seminar digelar dilatarbelakangi atas refleksi angka dan capaian ibu menyusui di Indonesia.
Meskipun berbagai kemajuan telah dicapai, ternyata terdapat berbagai tantangan dan permasalahan yang kompleks terkait pemberian ASI eksklusif di Indonesia baik dari segi kebijakan maupun implementasinya.
Permasalahan dan Tantangan dalam Perlindungan Ibu Menyusui
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi, khususnya bayi berusia 0-6 bulan, yang tidak dapat tergantikan oleh makanan atau minuman lainnya.
Pemberian ASI bukan hanya memenuhi hak ibu dan anak, tetapi juga memiliki banyak manfaat jangka panjang. Anak yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki peluang lebih tinggi untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, dan tidak mudah sakit.
Menyusui juga mempererat ikatan emosional antara ibu dan anak, yang penting untuk membentuk ketahanan pribadi dan kemandirian anak di masa depan.
Namun, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan besar dalam meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif.
Kemenkes menyebutkan Angka ASI eksklusif di Indonesia terus menurun, dari 64,5% pada tahun 2018 menjadi 52,5% pada tahun 2021.
Penyebab utama penurunan ini adalah kurangnya dukungan di tempat kerja, adanya promosi susu formula yang tidak etis, dan kesenjangan informasi mengenai pemberian ASI yang benar.
Meskipun hasil dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) pada tahun 2023 menyebutkan proporsi ASI Eksklusif 0-5 bulan secara nasional adalah 68,6%, namun angka ini masih jauh dari target nasional yaitu 80% untuk capaian ASI Eksklusif. (Kemenkes, 2023)
WHO dalam laporannya pada Agustus 2023 juga mencatat bahwa Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam pemberian ASI pada jam pertama kehidupan bayi.
Hanya 48,6% bayi yang disusui dalam satu jam pertama setelah kelahiran pada tahun 2021, turun dari 58,2% pada 2018 (WHO Indonesia, 2023).
Penundaan pemberian ASI pada bayi baru lahir memiliki dampak negatif terhadap kelangsungan hidup bayi, serta meningkatkan risiko infeksi dan penyakit.
Ketua Umum AIMI 2007-2018, Mia Sutanto, mengungkapkan, perjalanan kebijakan pemberian makanan bayi dan anak di Indonesia memang telah menunjukkan kemajuan, namun masih menghadapi banyak tantangan.
"Kita harus memperkuat kebijakan yang mendukung pemberian ASI eksklusif dan mengurangi pengaruh negatif dari pemasaran susu formula,” ujar Mia.
Kemajuan dalam Kebijakan Perlindungan Ibu Menyusui
Selama 18 tahun, Indonesia telah membuat kemajuan dalam kebijakan terkait perlindungan ibu menyusui.
Beberapa kebijakan signifikan yang telah diterapkan antara lain Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 yang mengatur pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024, yang semakin memperkuat regulasi tentang pemasaran susu formula dan produk pengganti ASI.
Selain itu, kebijakan terbaru yang sangat penting adalah UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak yang menegaskan hak anak dan ibu dalam menyusui, termasuk hak pendonor ASI, serta kewajiban penyediaan ruang laktasi di tempat kerja dan fasilitas umum.
Namun, meskipun ada kemajuan ini, penurunan angka ASI eksklusif masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama.
WHO dan UNICEF juga terus mendorong Indonesia untuk meningkatkan dukungan kepada ibu menyusui, terutama pada minggu pertama kehidupan bayi yang sangat penting untuk keberhasilan pemberian ASI.
“Pelanggaran terhadap kode pemasaran susu formula terus menghambat implementasi kebijakan perlindungan menyusui. Produsen susu formula makin eksploitatif mempengaruhi ibu, para nakes, dan masyarakat luas melalui berbagai cara, seperti menggunakan influencer, momfluencers, dan bekerja sama dengan asosiasi tenaga kesehatan, untuk membangun citra positif produk susu formula. Pelanggaarankode.org berperan penting dalam mengawasi dan melaporkan pelanggaran ini untuk melindungi hak menyusui - disusui bagi ibu dan bayi.” jelas Irma Hidayana selaku founder pelanggarankode.org.
Peran AIMI dalam Meningkatkan Angka Menyusui di Indonesia
AIMI telah berperan besar dalam mengedukasi masyarakat dan pemerintah tentang pentingnya ASI eksklusif.
Sejak berdiri, AIMI telah memberikan berbagai layanan, seperti kelas edukasi menyusui, konseling laktasi, dan kampanye penyuluhan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk meningkatkan kesadaran publik dan menciptakan support system bagi ibu menyusui.
Dalam level kebijakan AIMI juga telah mendorong berbagai berbagai kebijakan yang memberikan perlindungan ibu menyusui, serta menjadi bagian dari HAM yang perlu dipenuhi oleh negara seperti penyediaan ruang menyusui di tempat kerja dan fasilitas umum.
“Perkembangan tren promosi susu formula yang tidak etis semakin mengganggu usaha kami dalam mempromosikan pemberian ASI. AIMI berkomitmen untuk terus mendukung ibu menyusui dengan memberikan edukasi dan advokasi kepada pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang lebih mendukung ibu menyusui dan membatasi praktik pemasaran susu formula.” tandas Sekjen AIMI Pusat, Lianita Prawindarti.
Rekomendasi AIMI untuk Meningkatkan Perlindungan Ibu Menyusui di Indonesia
Berdasarkan refleksi 18 tahun, AIMI memberikan beberapa rekomendasi untuk terus meningkatkan perlindungan ibu menyusui di Indonesia.
Pertama, peningkatan implementasi kebijakan. AIMI mendesak pemerintah untuk memperkuat implementasi kebijakan ASI eksklusif, baik di tempat kerja maupun fasilitas umum dengan pengawasan yang lebih ketat.
Di samping itu, UU KIA yang baru saja disahkan pada tahun 2024 lalu yang mengatur cuti melahirkan 6 bulan dimana sejalan dengan masa pemberian ASI eksklusif, belum bisa dirasakan penuh oleh seluruh ibu karena hanya berlaku pada ibu atau bayi yang memiliki kondisi khusus atau masalah kesehatan tertentu dengan melampirkan surat keterangan dokter.
Selain itu, cuti ayah yang sangat minim juga menjadi tantangan besar, karena peran ayah dalam mendukung ibu menyusui dan pengasuhan bayi sangat penting.
Dukungan dari suami dan keluarga, terutama dalam membantu ibu menyusui, perlu diakui dan diprioritaskan dalam kebijakan perlindungan ibu dan anak.
Kedua, penyediaan fasilitas menyusui yang memadai.
Pemerintah harus menyediakan fasilitas menyusui yang memadai di tempat-tempat umum serta mendorong tempat kerja dan pihak swasta untuk menyediakan fasilitas menyusui untuk memberikan kenyamanan bagi ibu menyusui.
Ketiga, peningkatan kompetensi tenaga kesehatan. Dibutuhkan peningkatan kapasitas terhadap kompetensi baik tenaga kesehatan maupun kader kesehatan mengenai manajemen laktasi agar dapat memberikan dukungan yang efektif dan optimal terhadap ibu menyusui.
Keempat, kampanye yang lebih luas. Dibutuhkan kampanye yang luas dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya ASI eksklusif dan untuk mengurangi kesenjangan akses terhadap informasi dan dukungan menyusui.
Kampanye ini termasuk juga penyebarluasan informasi mengenai poin-poin terkait Pelanggaran Kode Internasional pemasaran produk pengganti ASI sehingga masyarakat memiliki kepedulian dan perhatian lebih.
“Keberhasilan menyusui adalah upaya bersama yang melibatkan keluarga, tenaga kesehatan, sektor swasta, dan pemerintah. Kami percaya bahwa melalui kerjasama ini, kita dapat mencapai Indonesia yang lebih ramah bagi ibu menyusui, di mana setiap ibu dan anak mendapatkan haknya untuk menyusui dengan optimal," tutup Ketua Umum AIMI, Nia Umar. (*)
(Jakarta)
Belum ada Komentar untuk "Angka Menyusui Masih Rendah, AIMI Dorong Pemerintah Tingkatkan Perlindungan Terhadap Ibu Menyusui"
Posting Komentar