Minimalisir Masyarakat Jadi Korban Tindak Kejahatan Siber, BI Kampanyekan Tagline PeKA


LensaMedan - Perkembangan transaksi keuangan digital di Indonesia terus terakselerasi merambah berbagai aspek kehidupan, termasuk pada sektor keuangan dan sistem pembayaran.

Pesatnya perkembangan tersebut seiring dengan meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat dalam penggunakan instrumen dan kanal pembayaran digital.

Bank Indonesia mencatat kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital Nasional pada Agustus 2024 tetap kuat.

Antara lain tercermin dari transaksi digital banking yang tumbuh sebesar 31,11% (yoy) dengan volume sebanyak 1,87 miliar transaksi.

Sementara penggunaan transaksi Uang Elektronik (UE) tumbuh 21,53% (yoy) atau mencapai 1,25 miliar transaksi, serta transaksi QRIS tumbuh 214,93% (yoy) dengan jumlah pengguna mencapai 52,55 juta dan jumlah merchant mencapai 33,7 juta.

Sejalan dengan kondisi nasional, volume transaksi non tunai di Sumatera Utara (Sumut) disebutkan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumut (BI Sumut), I.G.P Wira Kusuma, juga bertumbuh.

Pada Agustus 2024, volume transaksi non tunai tercatat tumbuh positif dengan pertumbuhan transaksi Uang Elektronik mencapai 21,77% (yoy) atau 16,65 juta transaksi.

Sementara itu penggunaan QRIS tumbuh kuat mencapai 2,58 juta pengguna di Sumut.

Dari sisi merchant, terdapat 1, 30 juta merchant, yang didominasi oleh merchant usaha mikro (58,47%).

"Adapun dari sisi user, hingga Agustus 2024 telah terdapat 2,49 juta pengguna QRIS atau tumbuh 42,24% (yoy)," ujar Wira Kusuma saat membuka Talkshow Pelindungan Konsumen dan Diseminasi Database Profil UMKM Potensial Dibiayai (BISAID)”, yang digelar di Plaza Mandiri, Selasa (1/10/2024).

Di tengah perkembangan keuangan digital yang berkembang dengan pesat tersebut, kata Wira, tentunya tidak lepas dari berbagai tantangan, khususnya dalam hal infrastruktur dan literasi masyarakat yang masih belum merata.

Berdasarkan indeks literasi digital yang dipublikasikan oleh Kominfo, pada tahun 2022 tercatat tingkat literasi digital secara nasional adalah sebesar 3,54 dari skala 5.

Sejalan dengan hal tersebut, hasil survei OJK tahun 2022 masih menunjukkan gap sebesar 35% antara tingkat inklusi keuangan dan literasi keuagan.

Bank Indonesia juga telah melakukan survei keberdayaan konsumen terhadap produk dan jasa sistem pembayaran berupa Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (AMPK) dan Uang Elektronik.

Hasil survei tersebut menunjukkan Indeks Keberdayaan Konsumen telah berada pada level kritis sebesar 63,76.

Pada level kritis, masyarakat sudah berani bercerita mengenai kekecewaan maupun kepuasan terhadap penggunaan non tunai. Meskipun demikian, hasil menunjukkan bahwa masyarakat belum berada pada tahap konsumen yang berdaya. 

Kondisi tersebut menjadi celah potensi yang dapat dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan digital mengambil keuntungan dari konsumen.

"Selain berbagai modus kejahatan pada transaksi digital, aktivitas ilegal lainnya juga mulai berkembang di era digitalisasi saat ini, baik pinjaman/fintech ilegal, investasi ilegal, hingga penjudian daring (judi online)," terangnya.

Mengacu pada data yang dirilis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perkembangan judi online pada tahun 2023 meningkat hingga 168 juta transaksi dengan akumulasi perputaran dana terkait judi online mencapai Rp327 triliun.

Berdasarkan data tersebut, sebanyak 3,3 juta orang bermain judi online. Hasil survei yang dipublikasikan oleh Populix, “Understanding the Impact of Online Gambling Ads Exposure” terdapat 82% responden pengguna internat Indonesia yang terpapar iklan judi online selama enam bulan terakhir.

"Guna memitigasi berbagai risiko cyber dan aktivitas ilegal di era digital, kami berkolaborasi dengan Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) Sumatera Utara serta OJK, LPS, Kominfo, Kepolisian, dan berbagai K/L terkait menyelenggarakan kegiatan ini," sebutnya.

Karena itu, lanjut Wira, Bank Indonesia senantiasa mengkampanyekan pelindungan konsumen melalui tagline PeKA yaitu Peduli, Kenali, dan Adukan.

Peduli harapannya konsumen memahami produk/jasa sistem pembayaran yang digunakan hingga termasuk fitur keamanan pada instrumen yang digunakan.

Kenali yaitu konsumen dapat mengetahui berbagai modus risiko/potensi ancaman penipuan serta bagaimana memitigasinya.

"Dan Adukan yaitu harapannya konsumen dapat memahami peran dari para regulator perlindungan konsumen, sehingga dapat mengajukan pengaduan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi," tutupnya.


Pada kesempatan itu, Deputi Direktur Pengawasan PUJK, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK  Regional V Sumbagut, Yovvi Sukandar, menjelaskan,  pengguna internet dan media sosial di Indonesia terus bertambah setiap tahun.

Dalam kurun waktu setahun terakhir, pertambahannya itu meningkat 0,8% atau sekitar 1,5 juta pengguna atau user.

Dan platform media sosial itu banyak digunakan untuk melakukan penipuan secara online.

"Ini berdasarkan data yang kami kumpulkan dari laporan dan pengaduan yang masuk ke kami," kata Yovvi.

Yovvi menyebutkan, selama periode 2017 hingga semester I tahun 2024, sudah 9.180 pinjaman online (pinjol) ilegal dan 1.459 investasi ilegal yang diblokir.

"Pemblokiran ini dilakukan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (PASTI)," sebutnya.

Pada kesempatan tersebut juga turut mengundang para nasabah perbankan, media, mahasiswa, perwakilan komunitas wanita, pegawai pensiunan, serta pelaku usaha KUPVA BB dan PJP LR di Sumut. (*)


(Medan)

Belum ada Komentar untuk "Minimalisir Masyarakat Jadi Korban Tindak Kejahatan Siber, BI Kampanyekan Tagline PeKA"

Posting Komentar

Kartu Prakerja Menjawab Kebutuhan Lifelong Learning untuk Antisipasi Perubahan Zaman

LensaMedan - Selama lima tahun terakhir, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan manajemen pelaksana Kartu Prakerja berhasil menggau...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel