Petani Kopi di Sumut Masih Butuh Pendampingan
“Di tahun
2019, kopi mampu menyumbangkan nilai transaksi hingga Rp4,5 triliun,” ujar
dosen Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nomensen Profesor Sabam Malau saat
menjadi pembicara pada webinar Coffee Morning Session Industri Kopi dari Hulu
ke Hilir yang diadakan Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (LPER) Sumut, Kamis
(1/4/2021) kemarin.
Capaian ini
menurut Sabam yang juga pendiri Mettle Coffee dihasilkan dari posisi petani
kopi di Sumut yang merupakan penghasil kopi terbesar kedua setelah Aceh.
“Jadi,
kebutuhan kopi dunia itu sebagian besar dipasok oleh petani kita,” kata Sabam.
Dengan
posisi ini, maka menurut Naslindo Sirait, petani kopi yang tersebar di Karo,
Dairi, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara (Taput), Simalungun dan Toba membutuhkan edukasi dan pendampingan.
“Misalnya LPER Sumut mendampingi untuk meningkatkan value, informasi, SDM, permodalan
dan problem solving tentang pertanian kopi dari hulu ke hilir,” ujar Naslindo
yang juga hadir sebagai pembicara.
Meski
memiliki nilai jual yang tinggi, tetapi seringkali belum diikuti dengan
membaiknya kesejahteraan petani kopi itu sendiri. Karena itu menurut Naslindo,
petani harus didorong untuk memakai upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian
yang konsisten dalam melakukan usaha penanaman dan pengolahan.
“Termasuk
petani harus memiliki nilai tawar kepada pemerintah dan pemilik modal, dan
petani kita harapkan tidak bergantung kepada pemerintah dengan memiliki usaha
lain,” katanya.
Menyambung
pernyataan Naslindo, Founder Kopi Persahabatan Jakarta Luka Christian
mengatakan, dengan tujuan ini, maka kopi sebagai komoditi unggul pertanian
harus dijadikan sebagai sebuah gerakan yang mempelopori persahabatan yang
egaliter.
“Artinya, melahirkan
filosofi yang mensejahterakan petani dan kepedulian pengusaha terhadap petani,” tukasnya.
Secara
terpisah, Ketua LPER Sumut Ronald Naibaho mengatakan, Lembaga yang berdiri
sejak 6 Februari lalu ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam mengelola sumber-sumber daya ekonomi guna menuju kemandirian ekonomi,
meningkatkan daya saing, produktivitas dan pendapatan masyarakat.
“Termasuk
menumbuhkan jiwa wirausaha sebagai bagian mengurangi pengangguran dan merubah
pola pikir ke arah yang lebih maju,” jelas Ronald ketika dihubungi Sabtu
(3/4/2021).
Ditambahkannya,
saat ini pihaknya masih menyusun modul pelatihan untuk petani dan usaha mikro
yang ada di Sumut.
“targetnya
adalah petani kopi mau pun komoditi unggulan lainnya yang ada di Sumut. Dan
kita harap bisa kita mulai Juli mendatang,” tutupnya. (*).
(Medan)
Belum ada Komentar untuk "Petani Kopi di Sumut Masih Butuh Pendampingan "
Posting Komentar