Naik 10,08% Dibanding April, Ekspor Karet Sumut pada Mei 2025 Capai 22.896 Ton
LensaMedan — Volume ekspor karet alam asal Sumatera Utara (Sumut) pada Mei 2025 tercatat sebesar 22.896 ton, mengalami kenaikan sebesar 10,08% secara bulanan (MoM) dibandingkan April 2025 (20.799 ton).Secara tahunan (YoY), volume ekspor bahkan tumbuh signifikan sebesar 46,56% dibandingkan Mei 2024 yang hanya mencapai 15.620 ton.
Hanya saja meski terjadi peningkatan, volume ekspor ini masih belum kembali ke kondisi normal, di mana rata-rata bulanan ekspor dari wilayah ini dapat mencapai 42.000 ton.
Kenaikan ekspor Mei lebih banyak didorong oleh pergeseran dan peluang pasar, bukan oleh pemulihan struktural dari sisi produksi.
Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah, mengatakan, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor.
Pertama, ketidakpastian tarif impor AS dan pemulihan pada Mei.
Awalnya kata Edy, pada April 2025, eksportir menghadapi ketidakpastian terkait rencana kenaikan tarif dasar impor ke Amerika Serikat, bagian dari arah kebijakan proteksionis “Tarif Trump”.
Rencana tersebut memicu penundaan pengapalan ke AS karena eksportir menghindari potensi beban tambahan biaya.
"Namun, hanya beberapa jam setelah tarif tersebut mulai berlaku, pemerintah AS mengumumkan penundaan implementasi tarif selama 90 hari, yang kemudian mendorong pemulihan volume pengapalan di bulan Mei, khususnya ke pasar AS," ujar Edy di Medan, Selasa (1/7/2025).
Yang kedua, lanjut Edy adalah melemahnya permintaan dari industri manufaktur global.
Kinerja ekspor juga dibatasi oleh melemahnya permintaan dari sektor manufaktur, terutama industri ban kendaraan sebagai konsumen utama karet alam global.
Hal ini tercermin dari posisi China yang berada di luar lima besar negara tujuan ekspor Mei 2025, padahal China adalah konsumen nomor satu karet alam dunia.
Penurunan aktivitas industri ban di China dan negara lainnya berdampak pada rendahnya serapan pasar, sehingga meskipun terdapat peningkatan ekspor ke beberapa negara — termasuk Uni Emirat Arab (UEA) yang kini masuk dalam lima besar — harga karet tetap melemah dan volume ekspor belum dapat tumbuh signifikan.
UEA sendiri bukan pasar baru, melainkan negara yang selama ini berada di luar lima besar namun pada Mei menunjukkan peningkatan volume yang mencolok.
Sementara dari sisi harga, Edy menerangkan bahwa harga karet melemah di tengah ketidakpastian global.
Rata-rata harga karet alam pada Mei 2025 tercatat sebesar 171,01 sen AS/kg, sedikit lebih rendah dibandingkan April (171,15 sen AS/kg).
"Hingga penutupan perdagangan 27 Juni, harga tercatat turun lebih lanjut menjadi 161,6 sen AS/kg, menandakan berlanjutnya tekanan harga di pasar internasional," terangnya.
Negara Tujuan Ekspor: Dominasi Asia, UEA Masuk Lima Besar
Pada Mei 2025, ekspor karet dari Sumut menjangkau 26 negara tujuan.
5 negara dengan kontribusi volume terbesar adalahJepang (26,63%), Amerika Serikat (18,24%), Brasil (17,52%), India (7,48%), dan Uni Emirat Arab (UEA) (5,28%).
Masuknya UEA ke posisi lima besar menunjukkan potensi pasar yang meningkat, didorong oleh percepatan implementasi perjanjian dagang Indonesia–UEA (CEPA) dan peningkatan permintaan sektor otomotif dan manufaktur di negara tersebut.
Di kawasan Eropa, ekspor karet asal Sumut pada Mei 2025 mencakup 14 negara tujuan dengan kontribusi mencapai 12,75% dari total ekspor, naik dari posisis 10,51% pada April.
Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor tersebut: Polandia (2,20%), Italia (1,99%), Turki (1,68%), Jerman (1,32%), Belgia (1,14%), Rumania (1,06%), Spanyol (1,06%), Luksemburg (0,88%), Slovenia (0,44%), Yunani (0,26%), Bulgaria (0,26%), Republik Ceko (0,18%), Prancis (0,18%), dan Finlandia (0,09%).
Peningkatan ekspor ke Eropa ini menurut Edy mencerminkan adanya minat dan peluang yang terus berkembang di kawasan tersebut.
Namun demikian, pelaku usaha perlu segera bersiap menghadapi implementasi European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) yang akan mulai berlaku pada 30 Desember 2025.
Aturan ini akan mewajibkan seluruh produk karet yang memasuki pasar Uni Eropa untuk memiliki jaminan bahwa produk tersebut tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi setelah tahun 2020, serta memiliki sistem ketelusuran rantai pasok yang ketat.
"Dengan demikian, EUDR menjadi baik tantangan maupun peluang strategis bagi sektor karet Indonesia, khususnya dari Sumatera Utara, untuk meningkatkan standar keberlanjutan dan daya saingnya di pasar global," terangnya.
Peningkatan ekspor pada Mei 2025 menunjukkan sinyal positif pemulihan kinerja perdagangan, namun belum mencerminkan pemulihan penuh dari sisi produksi maupun daya serap pasar global.
Tantangan struktural seperti melemahnya permintaan global, harga yang stagnan, dan kesiapan terhadap regulasi pasar tujuan tetap menjadi perhatian utama. (*)
(Medan)
Pertama, ketidakpastian tarif impor AS dan pemulihan pada Mei.
Awalnya kata Edy, pada April 2025, eksportir menghadapi ketidakpastian terkait rencana kenaikan tarif dasar impor ke Amerika Serikat, bagian dari arah kebijakan proteksionis “Tarif Trump”.
Rencana tersebut memicu penundaan pengapalan ke AS karena eksportir menghindari potensi beban tambahan biaya.
"Namun, hanya beberapa jam setelah tarif tersebut mulai berlaku, pemerintah AS mengumumkan penundaan implementasi tarif selama 90 hari, yang kemudian mendorong pemulihan volume pengapalan di bulan Mei, khususnya ke pasar AS," ujar Edy di Medan, Selasa (1/7/2025).
Yang kedua, lanjut Edy adalah melemahnya permintaan dari industri manufaktur global.
Kinerja ekspor juga dibatasi oleh melemahnya permintaan dari sektor manufaktur, terutama industri ban kendaraan sebagai konsumen utama karet alam global.
Hal ini tercermin dari posisi China yang berada di luar lima besar negara tujuan ekspor Mei 2025, padahal China adalah konsumen nomor satu karet alam dunia.
Penurunan aktivitas industri ban di China dan negara lainnya berdampak pada rendahnya serapan pasar, sehingga meskipun terdapat peningkatan ekspor ke beberapa negara — termasuk Uni Emirat Arab (UEA) yang kini masuk dalam lima besar — harga karet tetap melemah dan volume ekspor belum dapat tumbuh signifikan.
UEA sendiri bukan pasar baru, melainkan negara yang selama ini berada di luar lima besar namun pada Mei menunjukkan peningkatan volume yang mencolok.
Sementara dari sisi harga, Edy menerangkan bahwa harga karet melemah di tengah ketidakpastian global.
Rata-rata harga karet alam pada Mei 2025 tercatat sebesar 171,01 sen AS/kg, sedikit lebih rendah dibandingkan April (171,15 sen AS/kg).
"Hingga penutupan perdagangan 27 Juni, harga tercatat turun lebih lanjut menjadi 161,6 sen AS/kg, menandakan berlanjutnya tekanan harga di pasar internasional," terangnya.
Negara Tujuan Ekspor: Dominasi Asia, UEA Masuk Lima Besar
Pada Mei 2025, ekspor karet dari Sumut menjangkau 26 negara tujuan.
5 negara dengan kontribusi volume terbesar adalahJepang (26,63%), Amerika Serikat (18,24%), Brasil (17,52%), India (7,48%), dan Uni Emirat Arab (UEA) (5,28%).
Masuknya UEA ke posisi lima besar menunjukkan potensi pasar yang meningkat, didorong oleh percepatan implementasi perjanjian dagang Indonesia–UEA (CEPA) dan peningkatan permintaan sektor otomotif dan manufaktur di negara tersebut.
Di kawasan Eropa, ekspor karet asal Sumut pada Mei 2025 mencakup 14 negara tujuan dengan kontribusi mencapai 12,75% dari total ekspor, naik dari posisis 10,51% pada April.
Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor tersebut: Polandia (2,20%), Italia (1,99%), Turki (1,68%), Jerman (1,32%), Belgia (1,14%), Rumania (1,06%), Spanyol (1,06%), Luksemburg (0,88%), Slovenia (0,44%), Yunani (0,26%), Bulgaria (0,26%), Republik Ceko (0,18%), Prancis (0,18%), dan Finlandia (0,09%).
Peningkatan ekspor ke Eropa ini menurut Edy mencerminkan adanya minat dan peluang yang terus berkembang di kawasan tersebut.
Namun demikian, pelaku usaha perlu segera bersiap menghadapi implementasi European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) yang akan mulai berlaku pada 30 Desember 2025.
Aturan ini akan mewajibkan seluruh produk karet yang memasuki pasar Uni Eropa untuk memiliki jaminan bahwa produk tersebut tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi setelah tahun 2020, serta memiliki sistem ketelusuran rantai pasok yang ketat.
"Dengan demikian, EUDR menjadi baik tantangan maupun peluang strategis bagi sektor karet Indonesia, khususnya dari Sumatera Utara, untuk meningkatkan standar keberlanjutan dan daya saingnya di pasar global," terangnya.
Peningkatan ekspor pada Mei 2025 menunjukkan sinyal positif pemulihan kinerja perdagangan, namun belum mencerminkan pemulihan penuh dari sisi produksi maupun daya serap pasar global.
Tantangan struktural seperti melemahnya permintaan global, harga yang stagnan, dan kesiapan terhadap regulasi pasar tujuan tetap menjadi perhatian utama. (*)
(Medan)
Belum ada Komentar untuk "Naik 10,08% Dibanding April, Ekspor Karet Sumut pada Mei 2025 Capai 22.896 Ton"
Posting Komentar