Buka FGD di Medan, Neil R Tobing: Disinformasi Tak Cukup Diatasi dengan Teknologi
LensaMedan - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, ada 11.357 disinformasi dengan dominasi isu politik, kesehatan, dan SARA yang beredar sepanjang 2023.
Melihat fenomena ini, Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) bersama BBC Media Action menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Menggagas Peta Jalan Penanganan Mis-/Disinformasi di Indonesia”.Setelah pertemuan pertama di Jakarta, forum kali ini dilaksanakan di Medan, Sumatera Utara, untuk memperkaya masukan dari pemangku kepentingan di luar Jawa.
Ketua Bidang Media Digital dan Penyiaran (DIGIBROADCAST) MASTEL, Neil R. Tobing, mengatakan, FGD ini merupakan bagian dari program Public Interest Media and Healthy Information Environments (PIMHIE) yang dirancang guna menyusun roadmap nasional menghadapi tantangan misinformasi, disinformasi, dan manipulasi informasi asing (Foreign Information Manipulation and Interference/FIMI).
Neil menekankan perlunya pendekatan yang lebih proaktif.
“Selama ini regulasi kita masih bersifat ex-post, baru bergerak setelah kerusakan terjadi. Padahal yang kita butuhkan adalah mekanisme ex-ante, pencegahan sejak dini. Disinformasi tidak cukup dihadapi dengan solusi teknologi semata. Kita perlu literasi kritis, tata kelola yang kuat, serta kolaborasi lintas sektor,” ujar Neil di sela kegiatan FGD yang digelar di Grand Mercure Medan Angkasa, Kamis (18/9/2025).
Neil mengatakan, pemilihan Kota Medan sebagai salah satu tempat FGD dikarenakan Medan dinilai sebagai salah satu barometer arus informasi di Indonesia.
“Kami ingin melihat bagaimana arus informasi, termasuk berita dan hiburan, terjadi di Medan. Dari sini kita bisa menangkap aspirasi masyarakat untuk penyusunan roadmap penanganan misinformasi yang tidak hanya berbasis Jawa,” katanya.
Ia menekankan, penanganan misinformasi tidak cukup hanya mengandalkan regulasi.
Literasi media dan keterlibatan aktif masyarakat juga penting.
“Regulasi kita masih lemah dan cenderung tertinggal dari negara lain. Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat memiliki literasi kritis, sehingga bisa menggunakan media secara inklusif tanpa merugikan pihak lain. Sayangnya, tingkat literasi digital kita masih rendah, bahkan di bawah rata-rata negara ASEAN,” jelasnya.
Melalui FGD ini, tambahnya, MASTEL dan BBC Media Action berupaya memetakan tantangan di daerah, mulai dari tingkat kerentanan masyarakat terhadap hoaks, kekuatan dan kelemahan regulasi, hingga kesiapan pendanaan literasi digital oleh pemerintah daerah.
Hasil pemetaan akan menjadi masukan dalam penyusunan roadmap nasional, yang selanjutnya akan diajukan ke Kementerian Kominfo, Lemhannas, hingga Kantor Kepresidenan.
FGD di Jakarta sebelumnya mengidentifikasi lima masalah utama yakni kesenjangan literasi digital, kelemahan regulasi yang cenderung represif, fragmentasi kelembagaan, kerapuhan media arus utama, serta dominasi platform asing.
Dari situ lahir gagasan lima pilar roadmap, penguatan ekosistem informasi tangguh, tata kelola platform & regulasi, infrastruktur & standar teknis, kerja sama lintas negara, serta penelitian dan inovasi.
Head of Project BBC Media Action, Helena Rea, yang hadir secara daring, menegaskan bahwa persoalan disinformasi bersifat lintas batas.
“Pendekatan yang kita susun di Indonesia harus melibatkan masyarakat luas sekaligus berkontribusi pada upaya regional dan global dalam membangun ekosistem informasi yang sehat,” katanya.
Forum di Medan menghadirkan perwakilan pemerintah daerah, organisasi cek fakta, akademisi, komunitas literasi, jurnalis, hingga organisasi profesi.
Mereka menyampaikan masukan strategis agar roadmap nasional tidak hanya menekankan penindakan, tetapi juga memperkuat pencegahan, edukasi publik, serta dukungan bagi media berkualitas. (*)
(Medan)
Belum ada Komentar untuk "Buka FGD di Medan, Neil R Tobing: Disinformasi Tak Cukup Diatasi dengan Teknologi"
Posting Komentar